Oleh: Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi خفظه الله
Pak
Maman (bukan nama sebenarnya) seorang yang hafal Surat Yasin di luar kepala,
padahal dia buta huruf dan tidak bisa membaca al-Qur'an. Setelah diusut, dia
adalah seorang "aktivis Yasinan" yang diadakan di kampungnya setiap
malam Jum'at dan pada acara-acara lainnya.
Pengalaman
mirip juga dialami oleh Hendra (bukan nama sebenarnya). Pemuda yang
beridentitas "santri pesantren" tersebut hafal Surat Yasin di luar
kepala karena nyantri selama lima tahun di salah satu pondok pesantren, padahal
surat-surat lainnya dia belum hafal!!!
Dua
fakta di atas merupakan contoh sekaligus bukti bahwa Yasinan adalah suatu
tradisi yang mengakar di masyarakat kita. Nah, timbul sebuah pertanyaan: Apakah
tradisi tersebut ada tuntunannya dalam agama Islam?! Ataukah itu adalah perkara
baru dalam agama kita yang mulia?!! Inilah yang akan kita dudukkan
permasalahannya pada lembaran catatan singkat ini. Mudah-mudahan kita termasuk orang
yang menerima kebenaran.
LEMAHNYA SEMUA HADITS
TENTANG YASIN
Kita sangat
gembira dengan banyaknya orang yang hafal Surat Yasin, tetapi kita yakin
tentunya ada beberapa faktor yang mendorong kaum muslimin menghafal surat
tersebut. Setelah diperiksa, ternyata memang ada faktor pendorongnya, yaitu
beberapa hadits yang menerangkan keutamaan dan ganjaran bagi orang yang membaca
Surat Yasin. Akan tetapi, semua hadits yang menerangkan Surat Yasin lemah.
Kami akan
menyebutkan dan menjelaskan sebagian hadits tersebut supaya kaum muslimin mengetahui
bahwa hadits-hadits tersebut tidak bisa dipakai sebagai hujjah meskipun untuk fadho'il
a'mal (keutamaan amalan).[2]
1. Surat Yasin, Jantungnya al-Qur'an
إِنَّ
لِكُلِّ شَيْءٍ قَلْبًا وَإِنَّ قَلْبَ الْقُرْآنِ يَس، مَنْ قَرَأَ هَا فَكَأَنَّمَا
قَرَأَ الْقُرْآنَ عَشْرَ مَرَّاتٍ
"Sesungguhnya
segala sesuatu memiliki jantung, dan jantungnya al-Qur'an adalah Surat Yasin,
barang siapa membacanya maka dia seakan membaca al-Qur'an sepuluh kali."
MAUDHU' (PALSU). Diriwayatkan
at-Tirmidzi: 4/46, ad-Darimi: 2/456 dari Humaid bin Abdurrahman dari Hasan bin
Sholih dari Harun Abu Muhammad dari Muqotil bin Hayyan
dari Qotadah dari
Anas secara
marfu'. Sanad ini lemah sekali, bahkan maudhu' karena Harun Abu Muhammad adalah
pendusta. Dalam al-Ilal: 2/55-56
dinukilkan ucapan Abu Hatim bahwa hadits ini batil.[3]
2. Yasinan Malam Jum'at
مَنْ
قَرَأَ سُوْرَةَ يَس فِيْ لَيْلَةِ الْجُمُعَةِ غُفِرَلَهُ
"Barang
siapa membaca Surat Yasin pada malam Jum'at akan diampuni."
LEMAH SEKALI. Dikeluarkan
al-Ashfahani dalam at-Targhib wat-Tarhib: hlm. 244 dari jalur Zaid bin Huraisy dari
Aghlab bin
Tamim dari Ayyub dan Yunus dari Hasan dari
Abu Huroiroh. Sanad ini lemah sekali. Kecacatannya pada Aghlab bin Tamim. Ibnu
Hibban berkata: "Mungkar haditsnya, dia meriwayatkan dari orang-orang
terpercaya hadits-hadits yang bukan dari mereka, sehingga tidak bisa dijadikan
hujjah kerena banyaknya kesalahan dia."[4]
3. Baca Surat Yasin di Kuburan
مَنْ
زَارَ قَبْرَ وَالِدَيْهِ كُلُّ جُمُعَةٍ فَقَرَأَ
عِنْدَهُمَا أوْ عِنْدَهُ يَس غُفِرَلَهُ بِعَدَدِ كُلِّ آيَةٍ أَوْ حَرْفٍ
"Barang
siapa berziarah ke kuburan kedua orang tuanya setiap Jumat lalu membacakan di
sisinya Surat Yasin, niscaya akan diampuni sebanyak jumlah ayat dan huruf yang
dia baca."
MAUDHU'. Diriwayatkan
Ibnu 'Adi: 1/286, Abu Nu'aim dalam Akhbar
Ashbahan: 2/344-345 dari jalur Abu Mas'ud Yazid
bin Khalid: Menceritakan kepada kami Amr bin Ziyad: Menceritakan kepada
kami Yahya bin Sulaim ath-Thaifi dari Hisyam bin Urwah dari ayahya dari Aisyah
dari Abu Bakar secara mar-fu'. Sanad ini maudhu' karena Amr bin Ziyad pemalsu
hadits. Ibnu Adi berkata: "Batil." Hadits ini dicantumkan Ibnul Jauzi
dalam al-Maudhu'at: 3/239.
Itulah tiga
contoh hadits palsu tentang masalah ini. Sebetulnya masih banyak 'kawannya'
yang semuanya tidak shohih dari Nabi صلي الله عليه وسلم .[5]
BEBERAPA CATATAN
TENTANG YASINAN
Berikut ini beberapa
catatan berharga seputar masalah Yasinan dan hadits-hadits yang berkaitan tentang
Surat Yasin:
Catatan
Pertama: Semua Haditsnya Tidah Shohih
Semua hadits tentang
keutamaan Surat Yasin[6]
adalah lemah sekali dan palsu, tidak
dapat dijadikan sebagai landasan, menurut penelitian ilmu hadits. Dan kalau
telah terbukti bahwa haditsnya tidak shohih maka kita dilarang untuk menyandarkannya
kepada Nabi صلي الله عليه وسلم karena hal itu
merupakan kedustaan atas nama beliau yang merupakan dosa besar.[7]
Demikian juga kita dilarang untuk mengamalkan isinya karena ibadah itu harus
dibangun di atas dalil yang shohih.
Imam
al-Harowi meriwayatkan bahwasanya Ab-dulloh bin Mubarok pernah tersesat dalam
safar. Sebelumnya telah sampai kabar kepadanya: "Barang siapa yang
terjepit dalam kesusahan kemudian berseru: 'Wahai hamba Alloh, tolonglah aku!'
maka dia akan ditolong." (Abdulloh bin Mubarak) berkata: "Maka aku mencari
hadits ini untuk aku lihat sa-nadnya." Al-Harowi berkomentar: "Abdulloh
bin Mubarak tidak memperbolehkan dirinya untuk berdo'a dengan suatu do'a yang
tidak dia ketahui sanadnya."[8]
Setelah
membawakan ucapan di atas, Syaikh al-Al-bani berkomentar: "Demikianlah
hendaknya ittiba' (mengikuti Nabi)."[9]
Dan apabila
memang dirimu pernah berpedoman pada hadits-hadits lemah dan palsu tersebut
dan engkau pernah menjadi pembelanya, lalu Alloh memberikan petunjuk kepadamu,
maka janganlah engkau segan-segan untuk memeluk kebenaran dan meninggalkan
keyakinanmu yang dulu sekalipun telah mengakar dalam hatimu.
Penulis merasa takjub dengan kisah Ibnul
Jauzi tatkala beliau mengamalkan sebagian hadits tentang dzikir setelah
sholat. Beliau berkata: "Dahulu saya telah mendengar hadits ini sejak
kecil. Saya pun mengamalkannya kurang lebih tiga puluh tahun lamanya karena
saya bersangka baik kepada para rowinya. Namun, tatkala saya mengetahui bahwa
haditsnya adalah maudhu' (palsu) maka saya pun meninggalkannya. Ada seorang
pernah berkata padaku: "Bukankah itu mengamalkan suatu kebaikan?!"
Saya menjawab: "Mengamalkan kebaikan itu harus disyari'atkan. Kalau kita tahu
bahwa itu adalah dusta maka berarti keluar dari perkara yang
disyari'atkan."[10]
Catatan Kedua:
Gambaran Acara Yasinan
Acara Yasinan
adalah acara yang telah mendarah daging di kalangan kaum muslimin di Indonesia.
Acara ini biasanya diadakan setiap malam Jum'at atau malam-malam lainnya di
masjid atau diadakan secara bergilir dari rumah ke rumah. DisebutYasinan
karena yang dibaca pada acara ini adalah Surat Yasin secara bersama-sama
sesudah membaca Surat al-Fatihah secara bersama-sama pula, kemudian diiringi
dengan do'a Surat Yasin, takhtim, dan
tahlil. Kemudian acara ditutup dengan membaca do'a takhtim dan tahlil. Semua
itu dilakukan secara bersama-sama dan dengan suara keras.[11]
Yasinan di
berbagai daerah terkadang disendirikan pada malam Jum'at dan terkadang
dijadikan satu acara dengan 'temannya' yang bernama Tahlilan. Kegiatan ini
dimulai dengan bacaan pujian, Surat Yasin, atau surat-surat lain,
dzikir-dzikir, serta do'a-doa yangditujukan untuk si mayit di alam kubur,
hingga diakhiri dengan hidangan aneka makanan yang lebih dari ala kadarnya,
bahkan biasanya ada juga makanan buah tangan (berkat) yang dibawa pulang."[12]
Catatan
Ketiga: Ritual Yasinan Bid'ah Tetapi Dianggap Sunnah
Hadits No. 2 di atas sering
dijadikan pedoman sebagian kaum muslimin yang mengadakan acara Yasinan setiap
malam Jum'at padahal hadits tersebut tidak shohih. Dan anggaplah bahwa
haditsnya shohih sekalipun, cara seperti itu tidak pernah dicontohkan oleh
Nabi صلي الله عليه وسلم dan
para sahabatnya. Seandainya hal itu baik, tentu akan dianjurkan oleh Nabi صلي
الله عليه وسلم dan para
sahabatnya.[13]
Ingat, agama Islam telah sempurna dan ibadah itu harus berdasarkan dalil yang
shohih.
Namun,
yang harus dipahami dan diperhatikan, ini bukan merupakan pelecehan kepada
salah satu Surat al-Qur'an. Yang diingkari adalah tata acara ibadah yang tidak
ada tuntunannya tersebut!! Mirip dengan masalah ritual ini adalah fatwa
al-Hafizh as-Sakhowi رحمه الله (murid al-Hafizh Ibnu Hajar
رحمه الله) ketika beliau ditanya
tentang kebiasaan manusia usai sholat bahwa mereka membaca al-Fatihah dan
menghadiahkannya kepada kaum muslimin yang hidup dan mati, maka beliau
menjawab: "Cara
seperti itu tidak ada contohnya, bahkan ini termasuk kebid'ahan dalam
agama."[14]
Nah,
sekarang timbul pertanyaan: Apakah ritual Yasinan adalah ritual Islami?!
Jawaban pertanyaan di atas dapat kita kutip dari sebuah diskusi kecil yang
terjadi antara A dan B sebagai berikut:
A: Mengapa
anda tidak pernah kelihatan ikut acara Yasinan?
B: Karena
acara itu tidak pernah dilakukan oleh Nabi kita.
A: Bukankah
ini termasuk ritual Islami?
B: Ritual
Islami berarti ibadah, sedangkan ibadah harus berdasarkan dalil yang jelas. Dan
suatu ibadah yang tidak ada dasarnya adalah bid'ah dan tidak diterima oleh
Alloh, sehingga perbuatan itu sia-sia.
A: Bukankah
semua manusia sekarang mengamalkannya?
B: Banyaknya
manusia bukan sandaran kebenaran. Bukankah kebanyakan manusia sekarang berbuat
maksiat? Apakah Nabi kita dan para sahabatnya dan generasi terbaik mengetahui
ritual Yasinan? A: Mungkin saja mereka tahu! B: Mengapa mereka tidak
melakukannya? Padahal mereka lebih tahu masalah agama daripada manusia
sekarang. Bukankah para sahabat lebih rajin dan lebih semangat ibadah daripada
kita? Apakah Nabi dan para sahabatnya bodoh masalah agama? Atau Nabi kita
berkhianat tidak menyampaikan amanatnya?!
Akhirnya,
si A yang merupakan simpatisan ritual Yasinan pun terdiam dan setelah itu dia
mulai meninggalkan ritual-ritual yang dikatakan Islami padahal tidak ada
dasarnya sama sekali.[15]
Jadi,
sampai sekarang belum kita temukan bukti nyata berupa riwayat atau hadits yang
shohih bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم pernah
menyelenggarakan acara Yasinan di masjid beliau atau menganjurkannya kepada
seorang sahabatnya. Bahkan Nabi صلي الله عليه وسلم telah
melarang kita mengkhususkan hari Jum'at atau malamnya untuk diisi dengan
ibadah-ibadah tertentu. Rosululloh صلي الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَخْتَصُّوا لَيْلَةَ الجُمُعَةِ بِقِيَامِ مِنْ بَيْنَ اللَّيْالِي وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةَ
بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنَ الأَيَّامِ إِلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
"Janganlah kalian mengkhususkan malam Jum'at dari
malam-malam lainnya untuk sholat malam. Jangan pula kalian mengkhususkan hari
Jum'at dari hari-hari lainnya untuk puasa kecuali bila bertepatan dengan puasa
sun-nah yang biasa dia lakukan." (HR. Muslim:
1144)
Catatan Keempat: Membaca
Yasin di Kuburan
Hadits
No. 3 menunjukkan sunnahnya membaca al-Qur'an di kuburan padahal membaca
al-Qur'an di kuburan tidak ada contohnya dalam sunnah yang shohih, tidak pernah
dicontohkan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dan
para sahabatnya. Di antara dalilnya adalah hadits Nabi صلي
الله عليه وسلم:
عن أبي هريرة رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال: لَا تَجْعَلُوا بُيُوتَكُمْ مَقَابِرَ.
إِنَّ الشَّيْطَانَ يَنْفِرُ مِنْ البَيْتِ الَّذِي تُقْرَأُ فِيْهِ سُورَةُ الْبَقَرَةِ
Dari Abu Huroiroh
رضي الله عنه bahwasanya Rosululloh صلي
الله عليه وسلم bersabda:
"Janganlah kalian menjadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, karena
sesungguhnya setan lari dari rumah yang dibacakan di dalamnya Surat al-Baqoroh."
(HR. Muslim: 1300)
Hadits ini
mengisyaratkan bahwa kuburan bukanlah tempat untuk membaca al-Qur'an. Oleh
karena itu, Nabi menganjurkan untuk membaca al-Qur'an di rumah dan melarang
menjadikan rumah sebagai kuburan yang tidak dibacakan al-Qur'an di dalamnya.[16]
Bahkan dalam riwayat
Muslim (1619) ketika Aisyah رضي الله عنه bertanya kepada Nabi صلي
الله عليه وسلم: "Apa yang saya
katakan pada mereka (ahli kubur), wahai Rosululloh?" Nabi m tidak
mengajarkan kepada Aisyah رضي الله عنه agar membaca al-Qur'an
tetapi hanya mengajarkan do'a dan salam saja. Seandainya hal itu
disyari'atkan, tentu Nabi صلي الله عليه وسلم tidak
akan menyembunyikan kepada kekasihnya.
Dengan keterangan di
atas, jelaslah bahwa membaca al-Qur'an di kuburan merupakan suatu kebid'ahan
sebagaimana ditegaskan oleh sejumlah ulama seperti Abu Hanifah, Malik, dan
Ahmad dalam suatu riwayat.[17]
Wahai saudaraku muslim, peganglah erat-erat
sunnah Nabimu dan waspadalah dari perkara bid'ah dalam agama sekalipun dianggap
baik oleh kebanyakan manusia karena setiap bid'ah adalah sesat sebagaimana
ditegaskan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم.[18]
Catatan Kelima:
Jangan Salah Paham!!!
Hal yang perlu diingat dan diperhatikan dari
tulisan ini adalah bahwa dengan membahas masalah ini bukan berarti kami
melarang membaca Surat Yasin. Kami ingin menjelaskan kesalahan orang-orang yang
menyandarkan dalil keutamaannya kepada Nabi صلي الله عليه وسلم karena berdusta atas
nama Nabi صلي الله عليه وسلم diharamkan dan diancam
masuk neraka. Selain itu, kita wajib melihat apakah ada contoh dari Nabi صلي
الله عليه وسلم berupa
riwayat yang menerangkan bahwa Nabi صلي الله عليه وسلم membaca Surat Yasin
setiap malam Jum'at, setiap mulai atau menutup majelis ta'lim, ketika ada orang
mati, dan lain-lain.
Mudah-mudahan,
penjelasan dan keterangan ini tidak mematahkan semangat tetapi malah sebagai
dorongan untuk membaca dan menghafal seluruh isi al-Qur'an dan berupaya untuk
mengamalkannya.[19]
Maka janganlah engkau
tertipu dengan ucapan ahli bid'ah kepada Ahli Sunnah tatkala Ahli Sunnah
mengingkari ritual seperti ini dengan ucapan mereka: "Mereka adalah Wahhabi!!
Melarang manusia dari dzikir dan membaca al-Qur'an! Tidak suka bacaan al-Qur'an dan sholawat
kepada Nabi!!"
Jadikanlah atsar
berikut ini sebagai pelajaran. Sa'id bin Musayyib melihat seorang laki-laki
menunaikan sholat setelah fajar lebih dari dua roka'at, ia memanjangkan rukuk
dan sujudnya. Akhirnya, Sa'id bin Musayyib pun melarangnya. Orang itu berkata:
"Wahai Abu Muhammad, apakah Alloh akan menyiksaku dengan sebab
sholat?" Beliau menjawab: "Tidak, tetapi Alloh akan menyiksamu
karena menyelisihi as-Sunnah."[20]
Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani رحمه الله mengomentari
atsar ini: "Ini adalah jawaban Sa'id bin Musayyib yang sangat indah dan
merupakan senjata pamungkas terhadap para ahlul bid'ah yang menganggap baik
kebanyakan bid'ah dengan alasan dzikir dan sholat kemudian membantai Ahlus Sunnah
dan menuduh bahwa mereka (Ahlus Sunnah) mengingkari, dzikir dan sholat! Padahal
sebenarnya yang mereka ingkari adalah penyelewengan ahlu bid'ah dari tuntunan
Rosul صلي الله عليه وسلم dalam dzikir, sholat,
dan lain-lain."[21]
Catatan Keenam:
Menepis Beberapa Syubhat
Ada beberapa alasan yang dijadikan landasan
sebagian kalangan yang biasa menyelenggarakan acara tersebut, seperti ucapan
mereka: "Ritual itu sudah merupakan bagian mayoritas masyarakat yang tidak
bisa ditinggalkan", "Hadits-hadits keutamaan Yasin", dan
sebagainya.
Kami tidak ingin membahasnya satu persatu[22]
karena kami kira keterangan di atas
sudah memuat jawabannya. Hanya, ada dua syubhat lainnya yang kami rasa penting
untuk menjawabnya:
Syubhat Pertama: Yasinan
masalah Khilafiyyah.
Syubhat ini mereka lontarkan seakan-akan Yasinan
adalah masalah ijtihadiyyah yang boleh berbeda pendapat tentangnya, sehingga
tidak boleh diingkari[23]
Jawaban:
1.
Kita bertanya-tanya: Apakah setiap perbedaan pendapat tidak boleh diingkari?
Jawabannya tidak[24],
sebagaimana dahulu dikatakan:
وَلَيْسَ كُلُّ خِلَافٍ جَاءَ
مُعْتَبَرًا
إِلَّاخِلَافًالَهُ حَظٌّ مِنَ النَّظَرِ
Tidak semua
perselisihan itu dianggap
2.
Kewajiban setiap muslim ketika menjumpai perbedaan
pendapat adalah mengembalikannya kepada Alloh dan Rosul-Nya, sebagaimana firman Alloh:
وَمَن يُطِعِ
اللّهَ وَالرَّسُولَ فَأُوْلَـئِكَ مَعَ الَّذِينَ أَنْعَمَ اللّهُ عَلَيْهِم
مِّنَ النَّبِيِّينَ وَالصِّدِّيقِينَ وَالشُّهَدَاء وَالصَّالِحِينَ وَحَسُنَ
أُولَـئِكَ رَفِيقاً
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Alloh
dan taatilah Rosul(Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Alloh
(al-Qur'an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Alloh
dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik
akibatnya. (QS. an-Nisa' [4]:
59)
3. Anggapan
mereka bahwa Yasinan adalah masalah khilafiyyah adalah tidak benar karena
perbedaan pendapat yang terjadi di kalangan para ulama salaf adalah tentang
masalah "menghadiahkan pahala amalan kepada orang mati" bukan
masalah Yasinan. Adapun Yasinan adalah pengkhususan bacaan-bacaan tertentu
sebagaimana yang mereka lakukan, dan ini termasuk bid'ah
idhofiyyah karena tidak pernah
dilakukan oleh Nabi صلي الله عليه وسلم dan para
sahabatnya" dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka. Kalaupun
seandainya kita mengatakan pahala bacaan al-Qur'an yang dihadiahkan akan sampai
kepada orang mati maka ini pun sama sekali bukan dalil untuk melegalkan acara
Yasinan.
4. Kemudian,
mengapa mereka mengikuti sesuatu yang tidak ada landasannya, sedangkan
sunnah-sunnah lainnya yang jelas disyari'atkan mereka lalaikan?!![26]
Syubhat
Kedua: Jangan Sibuk Dengan Masalah Parsial!!
Sebagian da'i yang 'hikmah' dan ustadz gaul
yang 'tidak kolot' dengan 'kearifan' mereka mencoba untuk menempuh jalan
pintas. Kata mereka: "Mengapa sih kita sibuk dengan masalah-masalah
kulit!! Lihatlah, banyak saudara-saudara kita yang teraniaya!! Gereja-gereja
timur saling bantu-membantu dengan gereja barat. Lantas, masihkan kita
menyibukkan diri dengan masalah-masalah kulit seperti ini?!! Semuanya baik,
yang yasinan atau yang tidak yasinan baik. Yang tidak baik adalah yang tidak
ngaji al-Qur'an!!"
Jawaban:
1. Ucapan
ini sangat berbahaya karena akan berdampak meremehkan hukum-hukum Islam dengan
alasan bahwa ini hanya masalah kulit, kecil, dan sebagainya. Lalu tidak ada
pengingkaran dalam hatinya kepada seorang yang melanggarnya padahal
mengingkari kemungkaran merupakan kewajiban setiap muslim. Apakah kita ingin
seperti ahli kitab yang dilaknat Alloh karena mereka tidak mengingkari
kemungkaran?!! Bukankah kewajiban bagi orang yang mengerti untuk tegas
mengingkari kemungkaran?! Lantas, mengapa harus ditutup-tutupi?!
2. Pembagian
agama Islam kepada isi dan kulit merupakan pembagian yang bid'ah. Dan kalau-lah
pembagian ini dianggap benar maka hal itu bukan berarti bahwa kita harus
meremehkan kulit karena kulit tidaklah diciptakan sia-sia tetapi untuk menjaga
isi buah. Hal ini mendorong kita agar tidak meremehkan masalah kulit dalam
agama!! Alangkah indahnya ucapan al-Izz bin Abdus Salam: "Seandainya
dikatakan kepada seorang di antara mereka: 'Sesungguhnya ucapan gurumu itu
cuma kulit, niscaya dia akan sangat mengingkarinya, lantas bagaimana dia menganggap
kulit terhadap syari'at Islam!! Padahal syari'at diambil dari al-Qur'an dan
sunnah. Maka hendaknya orang jahil ini mendapatkan hukuman yang pantas karena
dosanya tersebut."[27]
3. Adapun
masalah kehinaan kaum muslimin dan gencarnya makar musuh-musuh Islam, hal ini
tidak boleh menjadikan terhambat (tertunda) nya penerapan sunnah Nabi صلي
الله عليه وسلم. Bukankah para sahabat
dan salaf dahulu juga menghadapi perlawanan hebat dari musuh-musuh Islam?
Namun, apakah hal itu menjadikan mereka meremehkan dan meninggalkan penerapan
sunnah Nabi صلي الله عليه وسلم dan
mengingkari bid'ah?!! Sama sekali tidak.[28]
Catatan Ketujuh: Beberapa Bid'ah Berkaitan
Surat Yasin
Ada-
beberapa kesalahan dan kebid'ahan yang biasa dilakukan oleh sebagian manusia
berkaitan dengan Surat Yasin, di antaranya:
a. Membaca Surat Yasin ketika memandikan mayit.
b. Membaca Surat Yasin kepada orang yang akan meninggal dunia.
c. Membaca Surat Yasin di kuburan.
d. Menjadikan Surat Yasin sebagai jimat.
Catatan
Kedelapan: Marilah Banyak Membaca dan Mempelajari al-Qur'an
Sekali lagi, bukanlah tujuan tulisan ini
untuk menggembosi semangat kaum muslimin untuk membaca al-Qur'an. Sekali'-kali
tidak, bahkan kami sangat mengimbau diri kami pribadi dan kepada seluruh kaum
muslimin di mana pun berada untuk banyak membaca, mempelajari, merenungi, dan
mengamalkan isi al-Qur'an karena di dalamnya terdapat mutiara-mutiara ilmu
berharga yang akan menambah keimanan kita dan ketenteraman hati kita. Marilah
kita ingat tujuan diturunkannya kitab suci al-Qur'an kepada kita.
Alloh berfirman:
كِتَابٌ
أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِّيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ
أُوْلُوا الْأَلْبَابِ
Ini adalah sebuah
kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka
memperhatikan ayat-ayat-Nya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang
mempunyai pikiran. (QS. Shod [38]: 29)
Inilah tujuan
diturunkannya al-Qur'an. Jadi, ia bukan untuk sebagai jimat, pajangan, atau
ritual-ritual rutinitas yang tidak diizinkan dalam syari'at. Maka sebagai ganti
dari acara Yasinan kita bisa mengubahnya menjadi pengajian tafsir al-Qur'an,
pengajian agama lainnya, atau mengkaji bersama membaca al-Qur'an disertai
artinya. Sungguh hal-hal ini lebih baik dan lebih berbarokah.[30]
Akhirnya, kita
berdo'a kepada Alloh agar menjadikan al-Qur'an penyejuk hati kita
dan petunjuk hidup kita serta lentera jalan kita. [][31]
[5] Lihat
masalah ini secara luas dalam buku Ahadits
wa Marwiyyat
fil Mizan Hadits Qolbul Qur'an Yasin karya Syaikh 'Amr Abdul Lathif, Yasinan
oleh
al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Hadits-Hadits
Seputar Keutamaan Surat Yasin tulisan al-Ustadz Dzulqornain dalam Majalah
An-Nashihah Vol. 6, Tahun 1424
[6] Faedah: Yasin bukanlah salah satu nama
Nabi صلي
الله عليه وسلم. Imam Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah
رحمه اللهberkata: "Adapun apa yang
disebutkan oleh orang-orang awam bahwa Yasin dan Thoha termasuk nama-nama Nabi صلي الله عليه وسلم maka hal itu tidak benar. Tidak terdapat dalam hadits yang
shohih, hasan, mursal, ataupun atsar dari sahabat. Huruf-huruf ini adalah
seperti Alif Lam Mim, Ha Mim, Alif Lam Ro, dan sejenisnya." (Tuhfatul
Maudud him.
109). Yasin adalah dua huruf hijaiyyah Arab yaitu ya' dan sin, dua huruf ini
tidak memiliki arti karena bukan susunan kata bahasa Arab yang sempurna, tetapi
dia memiliki tujuan mulia yaitu tantangan kepada orang-orang kafir yang
mendustakan al-Qur'an agar mendatangkan kitab sepertinya yang tersusun dari
huruf-huruf Arab yang mereka ketahui. Oleh karena itu, seringkali setelah potongan huruf hijaiyyah
tersebut, Alloh menyebutkan tentang kehebatan al-Qur'an.
Inilah
pendapat yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, asy-Syinqithi, Ibnu
Utsaimin, dll
[7] Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-Asqolani رحمه الله berkata: "Para ulama
bersepakat bahwa sengaja berdusta atas nama Rosululloh صلي الله عليه وسلم termasuk dosa besar, bahkan Abu
Muhammad al-Juwaini sangat keras sehingga mengkafirkan orang yang sengaja dusta
atas nama Rosululloh صلي
الله عليه وسلم." (Nuzhotun Nadhor
fi Taudhih Nukhbah Fikar
him. 122)
[11] Lihat Surat
Yasin Takhtim Tahlil dan Doa, disusun oleh Muhammad Anwar, penerbit Sumber Ilmu Jaya, Medan.
Dinukil dari Bincang-Bincang
Seputar Tahlilan, Yasinan, dan Maulidan him. 15 karya Ust. Abu Ihsan al-Atsari
[12] Lihat Penjelasan
Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan dan Selamatan hlm. 21-22 karya al-Ustadz Abu Ibrahim
Muhammad Ali A.M.)
[13] Alangkah
bagusnya ucapan Imam Ibnu Katsir dalam Tafsirnya,
ketika
menafsirkan Surat an-Najm [53]: 39: "Dari ayat yang mulia ini, Imam
Syafi'i dan para pengikutnya mengambil dalil bahwa menghadiahkan pahala bacaan
al-Qur'an tidak sampai kepada mayit karena bukan amal dan usaha mereka. Oleh
karena itu, Nabi صلي
الله عليه وسلم tidak menganjurkan kepada
umatnya untuk (melakukan) hal itu dan tidak dinukil adanya seorang sahabat pun
yang melakukan hal itu, padahal seandainya itu baik tentu mereka akan lebih
mendahului kita. Masalah ibadah harus berdasarkan pada nash, tidak boleh
berdasarkan analogi dan pendapat semata." Berangkat dari ungkapan indah
inilah, Ustadzuna Abdul Hakim bin Amir Abdat menulis bukunya Lau
Kana Khoiron
Lasabaquna Ilaihi. Semoga Alloh membalas kebaikan untuk
penulisnya
[15] Penjelasan Gamblang Seputar Hukum
Yasinan, Tahlilan, dan Se-lematan karya al-Ustadz Abu Ibrahim Muhammad Ali A.M. him.
32-33,
Penerbit Pustaka Al-Ummat, cetakan pertama
[20] Dikeluarkan
oleh al-Baihaqi dalam Sunan Kubro: 2/466 dan dishohihkan al-Albani
dalam Irwa'ul Gholil: 2/236
[22] Lihat
secara luas dalam Penjelasan
Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selamatan karya Ust. Abu Ibrahim dan Bincang-Bincang
Seputar Tahlilan, Yasinan, dan Maulidan karya Ust. Abu Ihsan al-Atsari
[23] Sungguh
mengherankan ucapan sebagian orang yang dianggap militan dalam organisasinya
tatkala mengatakan: "Dari hasil penelitian dengan metodologi modern, maka
tahlilan merupakan bagian yang tak terpisahkan dalam kehidupan keagamaan,
tahlilan merupakan alat pemersatu umat, dan tahlilan adalah masalah khilafiyyah
yang tidak boleh diingkari oleh lainnya." (Sumber
Konflik Masyrakat Muslim NU-Muhammadiyyah him. 257-259). Subhanalloh,
apakah
teknologi modern dapat merubah kebatilan menjadi suatu kebenaran?!! Hanya
kepada Alloh kita mengadu, keadaan manusia zaman sekarang!!
[24] Untuk
memahami masalah perbedaan, silakan lihat kembali tulisan kami "Perbedaan
Pendapat Adalah Rahmat?!" dalam Majalah AL FURQON Edisi 9 Th. ke-8, hlm. 12-14
[26] Disadur
dengan beberapa perubahan dari Penjelasan
Gamblang Seputar Hukum Yasinan, Tahlilan, dan Selamatan karya Ust. Abu Ibrahim Muhammad
Ali, cetakan pertama him. 70-76
[27] Al-Fatawa him. 71-72,
sebagaimana dalam Ilmu Ushul Bida' karya Ali bin Hasan al-Halabi
him. 258
[28] Lihat Tabshiru
Ulil Albab bi Bid'ah Taqsim Din lla Qosyri wa Lubab karya Muhammad bin Ahmad Ismail hlm. 122-136. Lihat juga masalah
ini secara panjang lebar dalam kitab Dalail
ash-Showab fi Bid'ah Taqsim Din lla Qosyr wa Lubab karya Syaikh Salim bin 'Id
al-Hilali
[30] Sebagai
kenangan dan faedah, kami ceritakan bahwa ketika di Arab Saudi beberapa waktu
yang lalu ada sekumpulan saudara kita warga Indonesia yang tetap aktif
mengadakan ritual Yasinan di sana setiap malam Jum'at. Ketika melihat dari sebagian
jama'ah wajah kebosanan dan kemalasan dari acara tersebut, sebagian saudara
kami mengusulkan agar acara tersebut diselingi dengan pengajian agama dan
meminta kepada penulis untuk berpartisipasi sebagai pematerinya. Kami pun
menyetujui usulan tersebut. Awalnya, kami memberikan pengajian dengan materi
umum tentang tauhid, sholat dll. tanpa membahas bid'ahnya acara tersebut
sehingga setelah pengajianpun selesai dilanjutkan dengan acara Yasinan mereka,
tentunya tanpa kehadiran kami karena kami pamit pulang dulu dengan berbagai
alasan. Dengan berjalannya waktu, mereka pun akhirnya meninggalkan acara
tersebut dan mencukupkan dengan pengajian agama padahal kami tidak pernah
membahasnya secara langsung dalam kajian tersebut. Segala puji hanya bagi Alloh
atas hidayah dan rahmat-Nya. Kami kisahkan ini dengan tujuan agar menjadi
pelajaran bagi saudara-saudara kami untuk tidak gegabah dalam mengingkari
ritual-ritual yang mengakar di masyarakat seperti ini
Tidak ada komentar:
Posting Komentar